JURNAL PRAKTIKUM
KIMIA ORGANIK I
Penyusun
Novela Melinda (A1C117007)
Dosen Pengampu
Dr. Drs. Syamsurizal, M.Si
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2019
PERCOBAAN - 03
PERCOBAAN - 03
I. Judul :
Pemurnian Zat Padat
II. Hari, Tanggal : Sabtu, 9 Maret 2019
III. Tujuan
Adapun tujuan dilakukannya praktikum yaitu :
1. Dapat melakukan kristalisasi dengan baik.
2. Dapat memilih pelarut sesuai untuk rekristalisasi.
3. Dapat terampil menjernihkan dan menghilangkan warna larutan.
4. Dapat memisahkan dan memurnikan campuran dengan rekristalisai.
IV. Landasan Teori
Rekristalisasi merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk memurnikan zat padat, yaitu dengan cara melarutkan sampel dalam suatu pelarut kemudian disaring ketika sampel masih panas guna memisahkannya dari zat yang sukar larut. Prinsip dasar dari kristalisasi ini yaitu setiap senyawa akan memiliki sifat kelarutan yang berbeda dengan senyawa lainnya dalam suatu sitem. Saat praktikum diusahakan agar pelarut yang digunakan lebih sedikit dibanding zat terlarut agar ketika larutan di dinginkan zat yang terbanyak kembali menjadi bentuknnya semula. Larutan yang digunakan tidak boleh terlalu pekat. Jika larutan pekat maka diperhitungkan terlebih dahulu jumlah minimum pelarut, kemudian baru lah ditambahan sedikit demi sedikit kelebihannya (20-100%). Saat penururnan suhupun tidak boleh terlalu cepat, maka dari itu diatur erlebih dahulu kecepatannya. Prinsip operasional rekristalisasi yaitu :
1. Zat padat hasil campuran dilarutkan dengan pelarut dengan kadar minimal, yaitu pada titik didihnya,
2. Pada rekristalisasi selektif pelarut tertentu, suhu larutan diturunkan secara perlahan.
3. Kristal murni disaring dengan cara fitrasi (Tim Kimia Organik I, 2016).
Prinsip dari kristalisasi yaitu untuk dapat menghasilkan produk kristal sesuai dengan yang dibutuhkan. Kriteria kristal yang dibutuhkan dapat dilihat berdasarkan 3 tolak ukur yaitu ukuran kristal, murni tidaknya kristal, dan bentuk dari kristal tersebut. Bahan pengikat pengotor pada kristalisasi mempunyai konsentrasi yang beragam. Penambahan pengotor ini dilakukan dengan tetesan-tetesan sehingga endapan tidak bisa terbentuk. Kemudia pemurnian diharapkan mampu mengurangi kadar air dalam sampel sehingga pencairan garam tidak mudah terjadi. Contoh dari pengikat pengotor yang digunakan yaitu larutan Na₂C₂O₄, Na₂Co₃, dan NaHCO₃ (Septyopratomo, 2015).
Mudah atau tidaknya suatu endapan dapat disaring dan dicuci bergantung pada keadaan morfologi dari endapan tersebut. Seperti bentuk dan juga ukurannya, semakin besar ukuran kristal yang dihasilkan maka akan semakin mudah dalam proses penyaringan, bahkan jika memungkinkan akan semakin cepat pula kristal tersebut terpisah dari larutan. Selanjutnya yaitu bentuk kristal. Semakin sederhana bentuk kristal maka akan semakin menguntungkan. Karena strukturnya yang sederhana dapat mempermudah penyaringan dan pencucian. Jika struktur kristal rumit dan berlekuk serta berlubang-lubang maka dapat menghambat proses lewatnya cairan inti atau cairan induk. Maka hal itulah yang dapat menghambat analisa kuantitatif tercapai (Arsyad, 2015).
Dalam tahap sublimasi, untuk memecahkan masalah dalam pengeringan dapat dipecahkan dengan pemanasan terbalik, yaitu dngan cara mengalirkan panas melalui larutan yang beku agar proses pemindahan panas lebih cepat. Pemanasan terbalik yag dilakukan yaitu panas mengalir dari yang memiliki konduktor lebih tinggi dari pada bahan kering bronggu. Maka waktu yang dibutuhkan untuk pemurnian akan lebih singkat. Sublimasi merupakan cara dalam melakukan pemurnian suatu senyawa. Pemanasan yang dilakukan akan menyebabkan beberapa perubahan seperti bila suatu zat dalam bentuk padat dan berada pada suhu kamar makan zat tersebut akan meleleh kemudia mendidih. Dari peristiwa tersebut terjadi perubahan fase padat ke fase cair kemudian menjadi fase gas (Triastuti, 2015).
Keberhasilan dalam pemisahan zat padat dalam suatu sampel sangat ditentukan oleh pemahaman praktikan terhadap sifat fisis dan kimi asampel tersebut seperti bagaimana kecenderungan kelarutan suatu sampel yang akan dimurnikan. Jenis-jenis pelarut organik dan kepolarannya juga harus dikenal oleh seorang praktikan karena ketika sedang mencampurkan dua atau tiga pelarut maka pengetahuan akan hal itu sangat dibutuhkan. Adapun faktor teknis yang memurnikan zat padat yaitu dengan sublimasi, kristalisasi dan kromatologi. Dari ketiga teknik tersebut, teknik yang dpilih juga bergantung pada sifat fisik dan kimianya. Makin sempurna suatu senyawa maka teknik yang diperlukan juga teknik yang makin sempurna. Selain itu, alat bahan dan waktu pengerjaan juga bisa menjadi pertimbangan. Setelah praktikan berhasil memurnikan, maka perlulah diuji tingkat kemurnian zat tersebut baik dengan kromatografi lapis tipis atau bisa juga dengan penentuan titik leleh (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/03/07/pemurnian-zat-padat-organik93/)
V. Alat dan Bahan
Rekristalisasi merupakan cara yang paling banyak digunakan untuk memurnikan zat padat, yaitu dengan cara melarutkan sampel dalam suatu pelarut kemudian disaring ketika sampel masih panas guna memisahkannya dari zat yang sukar larut. Prinsip dasar dari kristalisasi ini yaitu setiap senyawa akan memiliki sifat kelarutan yang berbeda dengan senyawa lainnya dalam suatu sitem. Saat praktikum diusahakan agar pelarut yang digunakan lebih sedikit dibanding zat terlarut agar ketika larutan di dinginkan zat yang terbanyak kembali menjadi bentuknnya semula. Larutan yang digunakan tidak boleh terlalu pekat. Jika larutan pekat maka diperhitungkan terlebih dahulu jumlah minimum pelarut, kemudian baru lah ditambahan sedikit demi sedikit kelebihannya (20-100%). Saat penururnan suhupun tidak boleh terlalu cepat, maka dari itu diatur erlebih dahulu kecepatannya. Prinsip operasional rekristalisasi yaitu :
1. Zat padat hasil campuran dilarutkan dengan pelarut dengan kadar minimal, yaitu pada titik didihnya,
2. Pada rekristalisasi selektif pelarut tertentu, suhu larutan diturunkan secara perlahan.
3. Kristal murni disaring dengan cara fitrasi (Tim Kimia Organik I, 2016).
Prinsip dari kristalisasi yaitu untuk dapat menghasilkan produk kristal sesuai dengan yang dibutuhkan. Kriteria kristal yang dibutuhkan dapat dilihat berdasarkan 3 tolak ukur yaitu ukuran kristal, murni tidaknya kristal, dan bentuk dari kristal tersebut. Bahan pengikat pengotor pada kristalisasi mempunyai konsentrasi yang beragam. Penambahan pengotor ini dilakukan dengan tetesan-tetesan sehingga endapan tidak bisa terbentuk. Kemudia pemurnian diharapkan mampu mengurangi kadar air dalam sampel sehingga pencairan garam tidak mudah terjadi. Contoh dari pengikat pengotor yang digunakan yaitu larutan Na₂C₂O₄, Na₂Co₃, dan NaHCO₃ (Septyopratomo, 2015).
Mudah atau tidaknya suatu endapan dapat disaring dan dicuci bergantung pada keadaan morfologi dari endapan tersebut. Seperti bentuk dan juga ukurannya, semakin besar ukuran kristal yang dihasilkan maka akan semakin mudah dalam proses penyaringan, bahkan jika memungkinkan akan semakin cepat pula kristal tersebut terpisah dari larutan. Selanjutnya yaitu bentuk kristal. Semakin sederhana bentuk kristal maka akan semakin menguntungkan. Karena strukturnya yang sederhana dapat mempermudah penyaringan dan pencucian. Jika struktur kristal rumit dan berlekuk serta berlubang-lubang maka dapat menghambat proses lewatnya cairan inti atau cairan induk. Maka hal itulah yang dapat menghambat analisa kuantitatif tercapai (Arsyad, 2015).
Dalam tahap sublimasi, untuk memecahkan masalah dalam pengeringan dapat dipecahkan dengan pemanasan terbalik, yaitu dngan cara mengalirkan panas melalui larutan yang beku agar proses pemindahan panas lebih cepat. Pemanasan terbalik yag dilakukan yaitu panas mengalir dari yang memiliki konduktor lebih tinggi dari pada bahan kering bronggu. Maka waktu yang dibutuhkan untuk pemurnian akan lebih singkat. Sublimasi merupakan cara dalam melakukan pemurnian suatu senyawa. Pemanasan yang dilakukan akan menyebabkan beberapa perubahan seperti bila suatu zat dalam bentuk padat dan berada pada suhu kamar makan zat tersebut akan meleleh kemudia mendidih. Dari peristiwa tersebut terjadi perubahan fase padat ke fase cair kemudian menjadi fase gas (Triastuti, 2015).
Keberhasilan dalam pemisahan zat padat dalam suatu sampel sangat ditentukan oleh pemahaman praktikan terhadap sifat fisis dan kimi asampel tersebut seperti bagaimana kecenderungan kelarutan suatu sampel yang akan dimurnikan. Jenis-jenis pelarut organik dan kepolarannya juga harus dikenal oleh seorang praktikan karena ketika sedang mencampurkan dua atau tiga pelarut maka pengetahuan akan hal itu sangat dibutuhkan. Adapun faktor teknis yang memurnikan zat padat yaitu dengan sublimasi, kristalisasi dan kromatologi. Dari ketiga teknik tersebut, teknik yang dpilih juga bergantung pada sifat fisik dan kimianya. Makin sempurna suatu senyawa maka teknik yang diperlukan juga teknik yang makin sempurna. Selain itu, alat bahan dan waktu pengerjaan juga bisa menjadi pertimbangan. Setelah praktikan berhasil memurnikan, maka perlulah diuji tingkat kemurnian zat tersebut baik dengan kromatografi lapis tipis atau bisa juga dengan penentuan titik leleh (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/03/07/pemurnian-zat-padat-organik93/)
V. Alat dan Bahan
5.1 Alat
1. Gelas kimia 100 ml.
2. Bunsen.
3. Kaki 3.
4. Kawat kassa.
5. Corong buchner.
6. Cawan penguap.
7. Kertas saring.
8. Gelas wol / kapas.
5.2 Bahan
1. Air suling.
2. Asam benzoat.
3. Es.
4. Naftalen.
VI. Prosedur Kerja
6.1 Prosedur percobaan rekristalisasi
a. Dituangkan 50 ml air suling kedalam gelas kimia 100 ml, dipanaskan hingga timbul gelembung-gelembung.
b. Dimasukkan 0,5 gram asam benzoat tercemar kedalam gelas kimia 100 ml yang lain, ditambahkan air panas tersebut sedikit demi sedikit sambil diaduk hingga larut semua.
c. Dengan menggunakan corong buchner disaring campuran tersebut dalam keadaan panas dan ditampung filtratnya dalam gelas kimia. Disiram endapan yang tertinggal dengan air panas. Dijenuhkan. Didinginkan hingga terbentuk kristal. Apabila pada pendinginan tidak terbentuk kristal, di dinginkan dalam es.
d. Disaring kristal yang terbentuk dengan corong buchner, dikeringkan.
e. Diujilah titik leleh dan bentuk kristalnya, dibandingkan dengan data yang ada dalam hand book.
6.2 Sublimasi
a. Dimasukkan 1-2 gram naftalen tercemari ke dalam cawan penguap.
b. Ditutup permukaan cawan dengan kertas saring yang telah dibuat lobang-lobang kecil.
c. Disumbat dengan gelas wool atau kapas seperti pada gambar.
d. Diletakkan cawan tersebut di atas kasa dari pembakar, dinyalakan api dan dipanaskan dengan nyala api kecil.
e. Dihentikan pembakaran setelah semua zat yang akan disublimasikan habis (lebih kurang 5 menit).
f. Dikumpulkan zat yang ada pada kertas saring dan corong bila ada, diujilah titik leleh dan bentuk kristalnya, dicocokkan dengan data hand book.
Berikut link video mengenai pemisahan campuran dengan filtrasi dan kristalisasi https://www.youtube.com/watch?v=0VqUw_hpwR8&t=186s link ini akan berhubungan dengan pertanyaan dibawah ini
VII. Pertanyaan Pra Praktikum
1. Dari hasil percobaan dalam video di atas, manakah yang membentuk gula dan mana pula yang membentuk garam?
2. Apakah tujuan pemanasan pada percobaan yang dilakukan dalam video di atas?
3. Pada proses sublimasi, fase apa sajakah yang terlibat? dan sebutkan perubahan fase nya!
Nama saya Rd. Abdurrahman(A1C117015)
BalasHapussaya ingin mencoba menjawab pertanyaan no.2
Tujuan dari pemanasan tersebut untuk memisahkan butiran butiran kristal yang merupakan gula
saya mencoba menjawab pertanyaan nomor 3. menurut saya fase yang terjadi pada proses sulimasi adalah fase padat menjadi fase gas. (Dinda Anggun,79)
BalasHapussaya akan mencoba menjawa pertanyaan no. 1. menurut saya zat yang larut adalah gula dan yang tidak larut serta menjadi filtrat adalah garam. Karena partikel gula lebih mudah larut dalam alkohol dibandingkan garam, sehingga hasil filtrasinya adalah garam yang tidak larut serta hasil kristalisasinya larutan gula dalam alkohol.
BalasHapus(sanaq elfira, A1C117071)