Langsung ke konten utama

Laporan Percobaan - 08 Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom

VIII. Data Pengamatan
8.1 Kromatografi Lapis Tipis
No.
Perlakuan
Hasil
1.
Eluen = n-heksana : etil asetat perbandingan 2 : 1,
Sampel murni a = naga, b = bayam, c = nanas,.d = bunga kertas
Jarak eluen = 4,8cm
Jarak a = 3,9cm
Jarak b = 0,3cm
Jarak c = 3,8cm
Jarak d = 2,5cm
2.
Eluen = n-heksana : etil asetat sisa percobaan sbelumnya ditambah perbandingan 1 : 0,5, sampel murni e = semangka, f = wortel, g = pepaya, h = kentang
Jarak eluen = 4,5cm
Jarak e = 3,7cm
Jarak f = 3,9cm
Jarak g = 3,8cm
Jarak h = 0cm
3.
Eluen = n-heksana : etil asetat sisa percobaan sebelumnya, sampel murni i = tomat, j = bunga sepatu
Jarak eluen = 4,7cm
Jarak i = 4,11cm
Jarak j = 4cm

8.2 Kromatografi Kolom
No.
Ekstrak Sampel
Warna
Hasil TLC
1
Buah naga
6 botol = semua bening
Tidak ada noda yang bergerak
2
Bayam
Botol 1 = bening
Botol 2 = hijau
Botol 3 = hijau pudar
Botol 4 = bening
Noda tidak ada yang bergerak, pada noda 1,2,3 berwarna kekuningan digaris bawah plat
3
Nanas
Botol 1 = bening
Botol 2 = kuning keruh
Botol 3 = bening
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
4
Bunga kertas
Botol 1 = bening
Botol 2 = bening berminyak
 Botol 3 = sedikit keruh
Botol 4 dan 5 = bening
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
5
Semangka
Botol 1 = bening
Botol 2 = keruh
Botol 3 = bening
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
6
wortel
Botol 1 = bening
Botol 2 = kuning cerah
Botol 3 = bening
Noda 1 dan 3 warna krim, tidak bergerak,
Noda 2 tidak tampak
7
pepaya
Botol 1 = bening
Botol 2 = kekuningan
Botol 3 dan 4 = bening
Noda 1 tidak berubah,
Noda 2 dan 4 berwarna krim pada garis bawah
Noda 3 bergerak naik, warna krim
8
Kentang
Botol 1 = bening
Botol 2 = kuning keruh
Botol 3 dan 4 = bening
Noda tidak tampak dan tidak bergerak
9
Tomat
Botol 1 = bening
Botol 2 = kemerahan
Botol 3 = bening
Hanya noda 3 yang bergerak, warna abu-abu
10
Bunga sepatu
Botol 1 = bening
Botol 2 dan 3 = keruh
Botol 4 = keruh pudar
Noda tidak tampak dan tidak bergerak


IX. Pembahasan
Pada praktikum kali ini kami melakukan percobaan mengenai Kromatografi Lapis Tipis dan Kolom, di mana Kromatografi itu sendiri adalah suatu proses pemisahan molekul-molekul berdasarkan fase gerak dan fase diamnya dalam suatu larutan. Berdasarkan judul percobaan maka terlihat bahwa kami melakukan 2 macam kromatografi yaitu Lapis Tipis dan Kolom. Dalam setiap percobaan tersebut kami menggunakan 10 macam sampel yang akan di uji, di mana sampel ini berasal dari berbagai ekstrak bahan organik.
Sebuah komponen dalam suatu zat berada dalam perbedaan afinitas atau gaya Desi untuk setiap jenis sampelnya di sebuah asa diam dan asa gerak merupakan sebuah prinsip dari kromatografi. Hingga setiap komponen tersebut saling menyusun satu sama lain.  Di mana afinitas di sini ditentukan oleh sampel yang dipakai berdasarkan kekuatan menyerapnya terhadap asa diam serta kemampuan melarut dalam asa geraknya.  Semakin besar kekuatan sampel dalam menyerap asa diamnya serta semakin kecil kemampuannya melarut dalam fasa geraknya maka waktunya di dalam sembah kolom akan lebih lama dibandingkan dengan sampel yang memiliki daya serap atau absorpsi yang lemah terhadap fasa diamnya serta daya larutnya tinggi di dalam fasa geraknya (http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/).

9.1 Kromatografi Lapis Tipis
Pada percobaan pertama kami menguji 10 macam sampel dengan kromatografi lapis tipis. Pertama-tama kami mengekstrak buah naga, bayam, buah nanas, bunga kertas, semangka, wortel, pepaya, kentang, tomat, dan bunga sepatu. Setiap sampel tersebut kami jadikan sebagai sampel a,b,c,d,e,f,g,h,i,j secara berturut-turut. Setelah itu masing-masing ekstraknya kami masukkan ke botol spesimen. Kemudian potong 3 buah plat berukuran panjang 5cm dan lebar 3cm setelah itu kami siapkan eluen atau pelarutnya dengan mencampurkan n-heksana dengan etil asetat dengan perbandingan 2 ; 1. Kemudian kami meneteskan 4 macam sampel murni dari a,b,c,d ke plat pertama. Di mana sampel a yaitu ekstrak buah naga, b yaitu ekstrak bayam, c yaitu ekstrak buah nanas, dan d yaitu ekstrak bunga kertas. Setelah itu kami masukkan plat tersebut ke dalam Chambers yang telah berisi eluen. Dan setelah beberapa menit, tampak pelarut dan sampel masing-masing bergerak naik ke atas. Setelah di lihat dengan menggunakan sinar UV, plat pertama diperoleh hasil noda yang ditempuh pelarut adalah 4,8cm dan noda yang ditempuh sampel a adalah 3,9cm dan noda b adalah 0,3cm, noda sampel c adalah 3,8cm, dan noda sampel d adalah 2,5cm. Maka dapat dihitung nilai Rf dengan perbandingan jarak sampel dibanding jarak pelarut. Di dapatlah Rf sampel a,b,c,d berturut-turut yaitu 0,8cm, 0,06cm, 0,79cm, dan 0,5cm. Kemudian kami juga menguji plat kedua. Dikarenakan eluen sisa tinggal sedikit, maka ditambahkan lagi eluen dengan perbandingan 1ml : 0,5ml. Plat kedua ini dengan sampel e,f,g, dan h, jarak yang ditempuh pelarut yaitu 4,5cm dan jarak noda e yaitu 3,7cm, jarak noda f yaitu 3,9cm, jarak noda g yaitu 3,8cm dan jarak noda h yaitu 0 atau tidak bergerak. Jadi dapat dihitung jarak Rf dari ke cemat sampel ini yaitu berturut-turut 0,82cm, 0,86cm, 0,84cm, dan 0. Kemudian untuk plat tetes ketiga jarak pelarutnya yaitu 4,7cm dan jarak noda i dan j yaitu berturut-turut 4,1cm dan 4cm. Jadi dapat dicari nilai Rf nya yaitu 0,87cm dan 0,85cm. Nilai Rf yang telah di dapat ini menunjukkan jarak yang telah ditempuh noda. Bila nilai Rf nya besar maka besar pula lak jarak noda tersebut bergerak. Senyawa yang bersifat kurang polar akan mempunyai nilai Rf yang lebih besar. Bila ada dua senyawa atau lebih memiliki nilai Rf sama maka bisa dikatakan bahwa kedua senyawa tersebut memiliki karakter yang sama pula. Dari data yang telah kami peroleh, tampak Rf yang paling besar yaitu noda i yang merupakan sampel tomat. Ini berarti tomat bersifat kurang polar dibanding sampek lain. Dan nilai Rf yang sama yaitu sampel a dan f yang merupakan ekstrak dari buah naga dan wortel serta sampel c dan g yang merupakan sampel buah nanas dan pepaya. Ini menunjukkan bahwa masing-masing sampel ini mempunyai karakter yang mirip.

9.2 Kromatografi Kolom
Pada percobaan kedua yaitu melakukan uji kolom terhadap 10 sampel yang telah di ekstrak tadi. Pertama-tama disiapkan kolom yang akan digunakan. Kolom di sumbat ujungnya dengan menggunakan kapas tapi tidak terlalu padat dan tidak terlalu renggang. Agar hasil filtrat tidak lambat turun bila terlalu padat dan bila terlalu renggang maka silika gel juga bisa ikut turun. Setelah itu, di teteskan n-heksana dengan meneteskannya pada dinding kolom dengan tujuan untuk membersihkan kolom dari kotoran-kotoran. Kemudian dibuat campuran silika gel dengan n-heksana dan dimasukkan ke dalam kolom sampai kira-kira setengah kolom dengan sembari ditepuk-tepuk agar padat namun tidak boleh sampai kering. Selanjutnya semua sampel masing-masing dicampurkan dengan 1 sudip silika gel murni dan di aduk sampai sampel mengering. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam kolom dan diratakan. Setelah itu dialirkan elu yang sesuai untuk mendapatkan filtrat. Sampel pertama yaitu ekstrak buah naga, digunakan eluen n-heksana dengan etil asetat dengan perbandingan 8:1 atau 8ml heksana dan 1ml etil asetat. Eluen kami masukkan sampai habis, namun ekstrak tidak juga turun dan filtrat yang kami tampung telah diperoleh sudah mencapai 2 botol. Jadi kami membuat lagi eluen dengan perbandingan 16:2 yaitu 16ml n-heksana dan 2ml etil asetat. Sampai eluen habis, sampel hanya turun sedikit, jadi kami menambahkan lagi eluen dengan perbandingan 16:2 dan sampel hanya turun sampai setengahnya. Jadi filtrat yang diperoleh pada kromatografi pertama ini yaitu 5 botol dan semuanya berwarna bening. Setelah di diamkan selama seminggu, kami menguji kromatografi lapis tipis dengan meneteskan 1 tetes metanol ke dalam 5 botol ini dan kami totolkan sampel ke plat tetes serta 1 sampel murni juga kami totolkan sebagai pembanding. Lalu kemudian kami rendam di dalam Chambers dengan eluennya adalah n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3:2. Setelah kami amati, ternyata noda tidak bergerak dan hanya karut atau sampel murni saja yang bergerak. Kemudian untuk sampel kedua yaitu ekstrak bayam. Eluen yang kami alirkan yaitu campuran n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 5:10. Filtrat yang kami dapatkan ada 5 botol yaitu botol pertama bening, botol kedua yaitu berwana kehijauan, botol 3 hijau nya mulai pudar, dan botol ke empat warna nya kembali bening, dan begitu pula botol 5. Setelah kami diamkan sampel selama 1 minggu, sampel menguap. Haid kami teteskan 1 tetes metanol ke dalam tiap botol lalu kami totolkan ke plat tetes masing-masing sampel dari dalam botol filtrat dan 1 sampel murni. Setelah kami amati, sampel tidak ada yang bergerak dan warna dari sampel yaitu noda dari botol 1,2,3 adalah krim dan botol 4 dan 5 tidak tampak pada plat. Selanjutnya kami menguji sampel c yaitu ekstrak buah nanas. Kami menguji kromatografi kolomnya dengan mengguanakn eluen kloroform dan metanol dengan perbandingan 3:1, di dapat 3 botol filtrat. Dimana botol 1 dan 3 filtratnya berwarna bening dan botol 2 filtratnya keruh. Setelah kami diamkan selama 1 minggu, kami menguji botol yang filtratnya telah menguap ini untuk uji TLC dengan pertama-tama kami teteskan 1 tetes metanol, lalu kami totolkan ke plat tetes. Eluen yang kami gunakan untuk merendam plat yaitu kloroform:metanol. Hasil yang diperoleh yaitu semua noda termaksud karut tidak bergerak dan tidak membekas di plat. Selanjutnya sampel d yaitu ekstrak bunga kertas dengan eluen kromatografi kolomnya yang digunakan yaitu kloroform murni. Botol 1 yang diperoleh filtrat berwarna bening, botol 2 berwarna bening dan ada minyak-minyak pada hasil filtrat, botol 3 keruh, dan botol 4,5 berwarna bening. Setelah kami diamkan filtrat ini selama 1 minggu, lalu kami teteskan 1 tetes metanol ke dalam tia-tiap botol, lalu kami totolkan ke plat dan kami rendam dalam Chambers dengan eluen yang diguanakan yaitu metanol murni 100%. Setelah diamati, hanya karut yang bergerak, dan anda kelima tabung tidak bergerak dan tidak pula ada warna di plat. Selanjutnya sampel e yaitu ekstrak semangka. Eluen yang digunakan untuk kromatografi kolomnya yaitu n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Hasil filtrat yang kami peroleh ada 3 botol, yaitu masing-masing warna nya bening, kening pudar dan bening. Lalu filtrat ini kami diamkan selama 1 minggu lalu kami tes dengan kromatografi TLC, adapun hasilnya yaitu ke tiga botol yang telah kami teteskan metanol ini setelah ditotolkan ke plat ternyata tidak ada yang bergerak, dan hanya krutnya saja yang bergerak dan warnanya kuning. Kemudian untuk sampel f yaitu ekstrak wortel. Pada kromatografi kolomnya kami gunakan eluen n-heksana : etil asetat dengan perbandingan 3:2 dan diperolehlah filtrat sebanyak 3 botol dimana botol 1 dan 3 berwarna bening dan botol 2 berwarna kuning cerah. Setelah itu kami menghentikan kromatografi kolom dan mendiamkan sampel selama 1 minggu. Kemudian kami mengambil botol sampel dan ditetesikan dengan 1 tetes metanol dan menotolkan tiap sampel ke plat untuk diuji TLC seperti sampel sebelumnya. Hasil yang diperoleh yaitu pada noda dari botol 1 dan 3 tidak bergerak, namun ada garis warna krim di noda dan noda dari botol 2 tidak ada bekas. Selanjutnya sampel ke 7 yaitu sampel g yang merupakan ekstrak buah pepaya. Dengan perlakuan yang sama kami lakukan kromatografi kolom dengan eluennya yaitu n-heksana dan etil Aseat dengan perbandingan 3:2. Filtrat diperoleh sebanyak 4 botol dengan warna masing-masing adalah bening, kuning, bening, bening. Lalu setelah kami kromatografi TLC, di dapat hasil bahwa hanya krut yang bergerak dan warnanya yaitu orange pudar dan semua botol tidak bergerak namun warnanya krim pudar. Kemudian sampel berikutnya yaitu sampel h yang merupakan ekstrak kentang. Setelah dikromatografi kolom dengan menggunakan eluen klororform dan metanol dengan perbandingan 3:1, di dapatkan filtrat sebnyak 4 botol dimana masing-masing warna nya yaitu bening, kuning keruh, bening dan bening. Dan setelah dikromatografi TLC dengan eluen yang sama, hasilnya ternyata tidak ada noda yang bergerak dan warna noda adalah abu-abu. Kemudian sampel ke 9 yaitu kami sebut sampel i yang merupakan ekstrak buah tomat. Setelah dikromatografi kolom dengan eluen n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:1, di dapat filtrat sebanyak 3 botol dimana tiap botol berwarna bening, kemerahan dan bening. Setelah di diamkan selama 1 minggu dan di TLC, hanya noda pada botol3 yang bergerak dan warna nya abu-abu. Selanjutnya sampel terakhir yaitu sampel j yang merupakan ekstrak bunga sepatu. Kami melakukan kromatografi kolom dengan mengalirkan eluen n-heksana dan etil asetat dengan perbandingan 3:1. Di dapatlah filtrat sebanyak 3 botol. Warna masing-masing botol berturut-turut yaitu bening, keruh, keruh pudar. Dan setelah kami TLC dengan prosedur yang sama dengan sebelumnya, di dapat hasil bahwa semua noda termaksud karut tidak bergerak dan warnanya krim pudar. Dari hasil ini nampak bahwa setiap sampel menghasilkan warna filtrat yang berbeda dan rata-rata hampir semua noda tidak bergerak setelah di diamkan selama satu minggu. Variasi sampel yang memiliki tingkat bening yang berbeda menunjukkan tingkat kepolaran masing-masing sampel. Pada percobaan kolom, silika gel + n-heksana yang dimasukkan ke dalam kolom bertujuan untuk menjenuhkan kolom. 


X. Pertanyaan Pasca Praktikum
1. Berdasarkan hasil pengamatan, pada percobaan kromatografi kolom apa tujuan memasukkan silika gel + n-heksana ke dalam tabung reaksi?
2. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, apa prinsip dari pengujian kromatografi lapis tipis?
3. Berdasarkan hasil perhitungan Rf yang diperoleh, mengapa nilai Rf ada yang besar dan ada yang kecil?


XI. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Kromatografi merupakan suatu proses pemisahan molekul-molekul berdasarkan fase gerak dan fase diamnya dalam suatu larutan.
2. Asas dari kromatografi adalah setiap senyawa akan mempunyai koefisien distribusi berbeda pula tara fase diam dan geraknya. Senyawa yang memiliki kemampuan berinteraksi lemah dengan fase geraknya maka dia akan mengendap pada fase geraknya serta dalam sistem kromatografi pun juga bergerak dengan cepat. Sebaliknya, senyawa yang dapat berinteraksi aktif dengan fase diamnya akan bergerak lambat dalam sistem.
3. Kelebihan dari kromatografi lapis tipis dibanding kolom adalah : pengerjaannya membutuhkan waktu yang cepat, bahan yang diperlukan bisa di sesuaikan dengan kebutuhan, serta proses pemisahannya berlangsung baik.


XII. Daftar Pustaka
Mutmainnah, Putri Ayu, dkk, 2017, Identifikasi Senyawa Turunan Hasil Fraksinasi Kayu Akar
Artocarpus OdoratissimusJurnal Penelitian Pendidikan IPA, Vol 3, No 2.

Soebagio, dkk., 2000, Kimia Analitik II, Malang, Universitas Negeri Malang.

Syamsurizal, 2019, Teknik Pemisahan dengan Kromatografi, http://syamsurizal.staff.unja.ac.id/2019/04/10/325teknik-pemisahan-dengan-khromatografi/  diakses pada 16 April 2019.

Tim Kimia Organik, 2016, Penuntun Praktikum Kimia Organik I, Jambi, UNJA.

Wulandari, Lestyo dkk., 2013, Pengembangan Dan Validasi Metode Kromatografi Lapis Tipis Densitometri Untuk Penetapan Kadar Teofilin Dan Efedrin Hidroklorida Secara Simultan Pada Sediaan Tablet, JKTI, Vol 15, No 1.


XIII. Lampiran
 
 10 ekstrak sampel


mencampurkan sampel dengan silika gel


padatan silika gel + n-heksana


melakukan kromatografi lapis tipis dalam chamber

Komentar

  1. Saya mencoba menjawab nomor 1. Menurut saya,Silika gel ditambah n-heksana dimasukkan saat percobaan kromatografi kolom sebelum dimasukkan sampel ke dalam sebuah tabung reaksi yang digunakan sebagai kolomnya adalah supaya tabung reaksi atau kolom tersebut menjadi jenuh
    (Dinda anggun,79)

    BalasHapus
  2. Febby Marcelina Murni (A1C117037), akan menjawab pertanyaan nomor 2. Pada pengerjaan kromatografi lapis tipis memiliki prinsip kerja yaitu pada saat pencelupan sampel dalam eluennya maka akan memisahkan sampel berdasarkan tingkat kepolaran dari sampel dan pelarutnya. Dimana hasilnya dapat dilihat pada tingkatan noda yang terdapat di plat.

    BalasHapus
  3. Saya Muhammad Yamin (A1C117047) mencoba menjawab no 3. Pada hasil pencarian Rf memang ada nilai yang besar dan ada pula yang kecil, hal ini bergantung pada sifat polar dan non polar dari sampel yang digunakan. Bila sampel nilai Rf nya tinggi maka sampel tersebut bersifat non polar, sedangkan sampel yang memiliki nilai Rf kecil maka sampel tersebut bersifat polar

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Keragaman dan Keunikan Struktur Terpenoid

Sebelumnya kita telah membahas mengenai metabolisme primer dan juga sekunder. Dimana tumbuhan tersebut mengalami metabolisme dan kemudian dijadikan sebagai obat-obat tradisional. Dari berbagai jenis tanaman ini banyak mengandung Alkaloid, Terpenoid, Steroid, Flavonoid, dan Safonin. Terpenoid merupakan hasil metabolisme sekunder yaitu turunan dari isopren dan di dapatkan dari hasil penyulingan minyak atsiri. Terpenoid tersusun dari atom karbon dan hidrogen. Jadi, minyak atsiri yang merupakan jenis bunga, mulanya ditemukan melalui perbandingan atom karbon dan hidrogen dengan perbandingan 8 : 5, maka disimpulkanlah bahwa minyak atsiri merupakan golongan terpenoid. Terpenoid merupakan penghasil obat terbesar bila dibandingkan dengan alkaloid, terpenoid dan lainnya. Kaidah dasar enentuan struktur Terpenoid di dapat dari susunan kepala-ke-ekor yaitu susunan isopren. Terpenoid mempunyai turunan yaitu Taksodon dan Vernomenin yang pada manusia bermanfaat sebagai pencegah berkembangnya tu

Biosintesis Metabolit Primer dan Sekunder

Pada organisme hidup, terjadi proses perubahan dari molekul yang sederhana menjadi molekul yang kompleks dengan melalui proses metabolisme dengan produk hasilnya merupakan suatu metabolit, proses yang terjadi ini disebut dengan Biosintesis. Proses biosintesis ini terjadi di organel sel tunggal dan juga di organel sel ganda dimana prosesnya dibantu oleh kerja enzim. Reaksi yang terjadi di dalam organisme hidup ini baik reaksi sederhana sampai di tingkat sel, itulah yang dinamakan dengan Metabolisme . Secara sederhananya, metabolisme adalah proses yang berlangsung dalam tubuh untuk mendapatkan energi. Ketika makanan masuk melalui mulut dan masuk ke saluran pencernaan, maka zat gizi yang terkandung dalam makanan yang kita konsumsi akan diubah menjadi energi untuk melakukan aktivitas tubuh. Proses metabolisme ini kemudian untuk bahan dasar dalam menyusun lipid, asam nukleat, dan jenis karbohidrat lain. Metabolisme pada tanaman dibagi menjadi 2, yaitu metabolisme primer dan metabolisme

Potensi Pemanfaatan Steroid Untuk Makhluk Hidup

Pada blog sebelumnya kita telah membahas mengenai struktur dari steroid. Sekarang kita akan membahas mengenai apa saja manfaat dari berbagai keragaman struktur steroid tersebut, yaitu mulai dari sterol, asam empedu, hormon kelamin, hormon adrenokortikoid, dan sapogenin. 1. Sterol Sterol adalah bentuk lain dari kolesterol. Sterol mempunyai manfaat baik bagi hewan, manusia dan tumbuhan. Pada hewan, sterol dapat membentuk bagian dari membran seluler yang poisinya untuk membawa pesan kedua pada persinyalan perkembangan. Begitu juga pada manusia, sterol berfungsi sebagai pemberi sinyal pada komunikasi seluler dan metabolisme umum. Didalam tubuh, kadar kolesterol mempunyai manfaat tergantung dari kadarnya dan letak dimana kolesrerol itu berada. Tanaman mengandung lebih dari 40 senyawa sterol dalam bentuk fitosterol. Fitosterol adalah senyawa steroid atau sterol yang mempunyai gugus etil pada rantai cabangnya. Fitosterol ini bertindak sebagai kolesterol baik (kolesterol HDL = High D